Jakarta, Lokanews.id – Gagasan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi menjadikan vasektomi sebagai prasyarat untuk menerima bantuan sosial memicu kontroversi luas di tengah masyarakat. Banyak pihak menilai usulan ini melampaui batas karena menyentuh aspek privasi dan hak individu atas tubuh mereka. Wacana tersebut menimbulkan kekhawatiran bahwa program bansos yang seharusnya bersifat inklusif dan adil justru berubah menjadi alat tekanan terhadap hak reproduksi.
Komnas HAM menyuarakan keberatannya atas ide tersebut, menekankan bahwa setiap individu memiliki hak untuk menentukan pilihan atas tubuhnya tanpa intervensi negara yang bersifat memaksa. “Vasektomi atau apapun yang dilakukan terhadap tubuh itu bagian dari hak asasi. Jadi, sebaiknya tidak dipertukarkan dengan bantuan sosial,” ujar Atnike Nova Sigiro, Komisioner Komnas HAM.
Vasektomi sendiri merupakan metode kontrasepsi jangka panjang untuk pria yang dilakukan dengan memotong saluran sperma. Meskipun prosedur ini memiliki tingkat efektivitas yang sangat tinggi, banyak masyarakat masih enggan menjalani vasektomi karena minimnya informasi, mitos yang berkembang, serta pandangan budaya yang kuat terhadap peran laki-laki dalam keluarga.
Dari sisi pemerintah, Kepala BKKBN, dr. Hasto Wardoyo, menyampaikan bahwa layanan vasektomi saat ini telah digratiskan dan bahkan disertai insentif tertentu. Ia berharap langkah ini dapat meningkatkan partisipasi pria dalam program keluarga berencana. “Kalau ada yang sudah memenuhi syarat dan tertarik vasektomi, ayo kita bantu. Gratis, bahkan bisa dapat uang istirahat,” ungkap Hasto.
Namun demikian, menjadikan prosedur medis permanen sebagai syarat bansos dianggap melanggar prinsip-prinsip dasar dalam hak asasi manusia. Komnas HAM menegaskan bahwa bantuan sosial semestinya diberikan berdasarkan kebutuhan, bukan ditukar dengan keputusan medis yang bersifat pribadi dan sensitif.
Permasalahan ini menunjukkan perlunya pendekatan yang lebih manusiawi dan edukatif dalam kebijakan pengendalian penduduk. Alih-alih menekan masyarakat dengan syarat kontroversial, lebih baik pemerintah memperluas akses informasi serta layanan kontrasepsi secara sukarela dan tanpa paksaan. Dengan begitu, keputusan yang diambil benar-benar berasal dari kesadaran dan keinginan individu.
Comment